Tanah merupakan suatu faktor sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat, terlebih-lebih dilingkungan masyarakat Indonesia yang sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupan dari tanah. Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tanah juga merupakan salah satu modal utama, baik sebagai wadah pelaksanaan pembangunan maupun sebagai faktor penanaman modal yang sangat diperlukan guna meningkatkan pendapatan nasional.
Ketentuan-ketentuan dasar mengenai tanah di Indonesia telah tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria, yang memuat pokok-pokok dari Hukum Tanah Nasional Indonesia. Hak Guna Bangunan yang terdapat pada Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) yang memberikan jangka waktu Hak Guna Bangunan selama 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi dengan jangka waktu paling lama 20 tahun. Terkait dengan hal itu, Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah juga berbunyi : ”Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun”.
Sehubungan dengan adanya dua peraturan diatas dan semenjak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, pemberian jangka waktu Hak Guna Bangunan menjadi tidak jelas. Dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengatur kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.
Penjelasan Pasal 22 ayat (1) huruf b menyebutkan Hak Guna Bangunan (HGB) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun, jika dilihat pemberian jangka waktu Hak Guna Bangunan menurut Pasal 22 ayat (1) huruf b ini sudah bertentangan dengan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria yang memberikan jangka waktu Hak Guna Bangunan selama 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
Oleh karena itu sebagai hak atas tanah yang masa berlakunya terbatas untuk jangka waktu tertentu, Hak Guna Bangunan memerlukan kejelasan khususnya semenjak berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kejelasan itu sangat diperlukan untuk memberikan beberapa kepastian hukum, baik kepada pemegang hak, kepada investor, maupun kepada pihak ketiga.
Rumusan Masalah
- Bagaimanakah pelaksanaan Hak Guna Bangunan Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ?
- Bagaimanakah pelaksanaan Hak Guna Bangunan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dari sudut pandang Badan Pertanahan Nasional ?
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Oke oke oke