Sabtu, 25 Juli 2009

Sumpah/ Janji Jabatan Notaris (PP Nomor 11 Tahun 1949)

Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan tersebut, dibentuk Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).
Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang dijabat oleh Notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Mengingat Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, dalam Undang-Undang ini diatur tentang bentuk dan sifat Akta Notaris, serta tentang Minuta Akta, Grosse Akta, dan Salinan Akta, maupun Kutipan Akta Notaris.
Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang
sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.
Fungsi Notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Demikian pula ketentuan tentang pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan dengan mengikutsertakan pihak ahli/akademisi, di samping Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan serta Organisasi Notaris.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang
lebih baik bagi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oke oke oke