Selasa, 27 Oktober 2009

PERJANJIAN KAWIN, PERLUKAH DIBUAT?

Perjanjian kawin, atau perjanjian pra nikah adalah suatu Perjanjian yang dibuat oleh calon suami atau isteri secara otentik di hadapan Notaris, yang menyatakan bahwa mereka telah saling setuju dan mufakat untuk membuat pemisahan atas harta mereka masing-masing dalam perkawinan mereka kelak (pasal 139 juncto pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dengan dibuat dan ditanda-tanganinya Perjanjian ini, maka semua harta mereka, baik itu berupa harta yang mereka bawa sebelum mereka menikah, maupun pendapatan yang mereka peroleh setelah mereka menikah kelak adalah hak dan milik mereka masing-masing. Demikian pula dengan hutang-hutang dari masing-masing pihak tersebut.

Perjanjian kawin atau prenuptual Agreement menjadi sangat penting terutama untuk para warga negara Indonesia yang ingin melangsungkan pernikahan dengan warga negara asing. Hal ini disebabkan, dengan dibuatnya Perjanjian kawin tersebut, maka suami/istri yang ber kewarganegaraan Indonesia dapat tetap memiliki tanah di wilayah Indonesia (dengan status Hak Milik atau Hak Guna Bangunan) ataupun saham di dalam Perusahaan yang berstatus PT Indonesia. Mengapa bisa demikian?

Alasannya:
1. Untuk Tanah
Hukum tanah di Indonesia menganut asas larangan pengasingan tanah (gronds verponding verbood) yang artinya melarang tanah-tanah di Indonesia untuk dimiliki oleh orang-orang yang bukan berkewarganegaraan Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan pasal 26 ayat 3 UU No. 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, menyatakan bahwa dalam hal seseorang karena perkawinan, pewarisan atau dengan cara lain kehilangan kewarga negaraan Indonesia, maka dalam waktu 1 tahun dia harus mengalihkan tanahnya kepada pihak ketiga atau tanah tersebut jatuh ke negara.

2. Untuk saham dalam PT Indonesia
Salah satu syarat untuk memiliki saham dalam suatu PT Indonesia adalah: yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia. Apabila terdapat unsur asing dalam saham tersebut, maka PT tersebut harus merubah statusnya menjadi PT PMA.

Oleh karena itu, untuk kasus Winda, dia bisa kehilangan hak atas tanah-tanahnya dan hak atas saham dalam PT Indonesia, bahkan dia tidak bisa menerima warisan berupa tanah dari kedua orang tuanya, dalam hal dia tidak membuat Perjanjian Kawin sebelum perkawinannya dengan warga negara asing tersebut dilaksanakan. Oleh karena hukum di Indonesia menganut sistem percampuran harta, sebagaimana dimaksud dalam pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain).

Perlukah dibuat suatu perjanjian kawin di antara sesama warga negara Indonesia?
Secara profesional, apabila saya ditanya perlu tidaknya dibuat perjanjian kawin untuk sesama warga negara Indonesia, maka dalam hal calon suami/isteri tersebut adalah pengusaha, ada baiknya perjanjian kawin tersebut dibuat.
Orang Indonesia yang masih terikat dalam adat ketimuran, sering merasa tidak nyaman jika belum-belum sudah membicarakan masalah harta. Malah ada suatu pengalaman dari kawan saya yang menceritakan bahwa salah satu pihak keluarga mempelai merasa tersinggung dengan usul dibuatnya Perjanjian Kawin. Mereka belum-belum sudah merasa dituduh akan “moroti” harta dari calon suami/isterinya.
Padahal, kalau dipandang dari sudut bisnis, maka jika dibuat suatu perjanjian kawin, maka suami/isteri dari salah satu pihak yang berusaha (contohnya suami) akan merada lebih nyaman dalam melakukan usahanya, karena tidak perlu mengkhawatirkan kelangsungan hidup dari anak/isterinya. Karena dengan dibuatnya perjanjian kawin, maka pihak isteri tidak akan dilibatkan dalam setiap transaksi bisnis, baik itu hutang piutang, perpajakan maupun apabila sampai terjadi tuntutan pailit. Kasarnya, apabila sampai si suami bangkrut, harta istri dan anak-anak tetap aman, karena terpisah dari harta kekayaan suaminya.


(sumber : http://irmadevita.com/2007/perjanjian-kawin-perlukah-dibuat#more-34)

Senin, 26 Oktober 2009

Tips Menghadapi Psikotes atau TPA atau Tes Psikologi

Bagi anda yang dipanggil untuk menjalani psikotes, sebaiknya anda memperhatikan beberapa saran dan tips di bawah ini.

Sebelum Tes

* Anda harus yakin terlebih dulu, bahwa posisi/pekerjaan yang akan dimasuki lewat psikotes itu benar-benar sesuai dengan kemampuan anda, dan sebaiknya juga sesuai dengan keinginan anda.
* Persiapkan diri dengan istirahat yang cukup. Seringkali, seseorang sebenarnya mampu mengerjakan tes. Namun, ketegangan atau kondisi tubuh yang tidak prima, dapat membuat hasil tes menjadi jelek. Oleh karena itu, anda harus beristirahat satu atau dua hari sebelumnya agar kondisi fisik menjadi prima.
* Pastikan anda sudah tahu tempat tes. Disarankan beberapa hari sebelum tes, anda sudah mengetahui tempatnya, bahkan sudah melihat tempatnya.
* Baca kembali surat lamaran dan CV anda, karena ada beberapa tes yang menanyakan hal-hal yang terkait dengan surat lamaran dan CV anda. Jangan sampai jawabannya berbeda dengan CV anda.
* Sebaiknya anda berlatih berbagai soal psikotes, sehingga anda menjadi benar-benar siap menghadapi psikotes dengan hasil maksimal.
Anda dapat menggunakan "latihan psikotes" (silakan klik) pada situs ini untuk berlatih berbagai soal psikotes.
* Sebelum berangkat ke tempat tes, berdoalah terlebih dulu sesuai keyakinan anda.
* Usahakan untuk tiba sepuluh menit lebih awal, dan jangan terlambat. Juga sebelum berangkat, jangan lupa untuk makan dan minum secukupnya agar kondisi fisik tetap prima.
* Walaupun tidak diminta, jangan lupa untuk membawa peralatan tulis-menulis (pensil, penghapus, pena, dsb-nya) dan membawa jam (penunjuk waktu).


Pada Saat Tes

* Umumnya, pada setiap lembar jawaban/soal psikotes, anda diminta mengisi isian nama, tanggal, dsb-nya. Begitu anda diperbolehkan untuk mulai mengisi, jangan lupa dan jangan menunda untuk mengisinya, serta isilah dengan lengkap dan rapi.
* Dengarkan baik-baik setiap "ucapan/pengarahan" dari pengawas tes, dan ikuti semua arahan/petunjuknya. Demikian juga petunjuk yang ada di setiap soal tes, jangan lupa untuk membaca petunjuk tersebut terlebih dulu, barulah anda mengerjakan soal tes-nya. Jadi jangan langsung mengisi/menjawab soal yang ada, tanpa membaca/mengetahui cara/petunjuk pengisiannya.
* Jangan enggan untuk bertanya ke pengawas tes. Bila ada sedikit saja yang anda tidak mengerti mengenai soal tersebut, maka langsung tanyakan ke pengawas tes yang ada. Dan jangan pernah bertanya ke peserta di kanan-kiri anda, tetapi bertanyalah ke pengawas tes yang ada.
* Jangan melihat jawaban orang lain, karena akan membuat hasil anda bertentangan dengan kondisi pribadi yang sesungguhnya. Isilah apa adanya. Untuk jenis-jenis soal tertentu, jawablah yang mudah terlebih dulu.

Sumber : bursa-kerja.ptkpt.net, ggkarir.com, ggiklan.com, cangkok.com, gilland-ganesha.com, ptn-pts.org,
http://ggkarir.com/_karir.php?_karir=persiapan-psikotes

Senin, 19 Oktober 2009

Hukum Keluarga dan Waris UU Perkawinan jika tidak ingin ayah kandung menjadi wali. (yhutama)

Pertanyaan :
Keponakan saya ingin melakukan pernikahan tanpa ayah kandungnya. Kedua orang tuanya telah bercerai. Dia ingin menikah tanpa dihadiri ayahnya, yang menjadi wali adalah adik dari ibunya. Bagaimana hukumnya apakah sah? Apakah ayahnya dapat membatalkan perkawinannya? Terima kasih.

Jawaban :

Kedudukan seorang ayah sebagai wali nikah tidak diatur secara materiil dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP). Namun, berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UUP dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Oleh karenanya pengaturan mengenai wali nikah untuk orang yang beragama Islam merujuk pada ketentuan hukum Islam. Ketentuan hukum islam yang telah menjadi hukum positif di Indonesia yang menyangkut dengan hukum keluarga bidang perkawinan adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sehingga, pertanyaan Saudara akan kami jawab berdasarkan ketentuan-ketentuan KHI.

Salah satu rukun perkawinan yang disebutkan dalam pasal 14 KHI adalah adanya wali nikah. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita dan yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil, dan baligh (pasal 20 ayat [1] KHI).

KHI mengenal dua jenis wali nikah yakni wali nasab dan wali hakim. Demikian sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 ayat (2) KHI. Pokok pembahasan selanjutnya adalah mengenai wali nasab. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Adapun kelompok wali nasab menurut ketentuan pasal 21 ayat (1), yakni :

1. Kelompok pertama, yaitu kelompok laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.

2. Kelompok kedua, yaitu kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.

3. Kelompok ketiga, yaitu kelompok kerabat paman yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.

4. Keempat, yaitu kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturuan laki-laki mereka.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka yang paling berhak untuk menjadi wali nikah dalam perkawinan adalah ayah.

Hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya apabila wali nikah yang paling berhak urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur (pasal 22 KHI). Sehingga, apabila seorang ayah memenuhi persyaratan untuk menjadi wali nikah, maka dialah yang berhak untuk menjadi wali nikah. Dengan demikian, adik dari ibu perempuan tersebut tidak berhak untuk menjadi wali dan perkawinan tersebut tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan mengenai rukun perkawinan.

Para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan menurut pasal 73 KHI adalah:

1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri

2. Suami atau isteri

3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang-undang

4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67.

Ayah dari anak tersebut dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan karena ia merupakan keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari anaknya dan juga pihak berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun perkawinan.

Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Peraturan perundang-undangan terkait:

1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991)

Sumber :http://www.hukumonline.com/klinik_detail.asp?id=6661

Jumat, 09 Oktober 2009

MATERI UJIAN KODE ETIK NOTARIS

I. PENDAHULUAN
Kode Etik dalam arti materil adalah norma atau peraturan yang praktis baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi.
Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas dan jabatan sebagai Notaris.
Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa “Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris”. Ketentuan tersebut diatas ditindaklanjuti dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia yang menyatakan :
“Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaries,
Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh Kongres dan
merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan”.
Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara pribadi Notaris bertanggungjawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya.
Spirit Kode Etik Notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan yang berintikan “penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya”, maka pengemban Profesi Notaris mempunyai ciri-ciri mandiri dan tidak memihak; tidak mengacu pamrih; rasionalitas dalam arti mengacu pada kebenaran obyektif; spesifitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.
Lebih jauh, dikarenakan Notaris merupakan profesi yang menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan mempunyai peran penting dalam membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang baik. Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris. Dengan demikian, maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan jabatannya.
II. KODE ETIK NOTARIS
Pasal 83 ayat (1) UUJN menyatakan :
“Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris”.
Atas dasar ketentuan Pasal 83 ayat (1) UUJN tersebut Ikatan Notaris Indonesia pada Kongres Luar Biasa di Bandung pada tanggal 27 Januari 2005, telah menetapkan Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran Dasar:
1. Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.
2. Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan Kode Etik .
3. Pengurus perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan bekerjasama dan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas untuk melakukan upaya penegakkan Kode Etik.
III. KEWAJIBAN , LARANGAN DAN PENGECUALIAN
Bab III Kode Etik Notaris mengatur mengenai kewajiban, larangan dan pengecualian.
• KEWAJIBAN
Pasal 3 Kode Etik Notaris mengatur mengenai kewajiban Notaris. Seorang Notaris mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
- Seorang Notaris harus mempunyai moral, akhlak serta kepribadian yang baik, karena Notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara di bidang Hukum Privat , merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan terhormat.
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
- Notaris harus menyadari bahwa perilaku diri dapat mempengaruhi jabatan yang diembannya.
- Harkat dan martabat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jabatan.
3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan.
- Sebagai anggota yang merupakan bagian dari perkumpulan, maka seorang Notaris harus dapat menjaga kehormatan perkumpulan.
- Kehormatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkumpulan.
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
- Jujur terhadap diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi.
- Mandiri dalam arti dapat menyelenggarakan kantor sendiri, tidak bergantung pada orang atau pihak lain serta tidak menggunakan jasa pihak lain yang dapat mengganggu kemandiriannya.
- Tidak berpihak berarti tidak membela/menguntungkan salah satu pihak dan selalu bertindak untuk kebenaran dan keadilan.
- Penuh rasa tanggung jawab dalam arti selalu dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diembannya.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
- Menyadari Ilmu selalu berkembang.
- Hukum tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara.
- Notaris diangkat bukan untuk kepentingan individu Notaris, jabatan Notaris adalah jabatan pengabdian, oleh karena itu Notaris harus selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara.
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
- Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian (rasa sosial) Notaris terhadap lingkungannya dan merupakan bentuk pengabdian Notaris terhadap masyarakat, bangsa dan Negara.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
- Notaris tidak boleh membuka kantor cabang, kantor tersebut harus benar-benar menjadi tempat ia menyelenggarakan kantornya.
- Kantor Notaris dan PPAT harus berada di satu kantor.
9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat:
a. Nama lengkap dan gelar yang sah;
b. Tanggal dan Nomor Surat Keputusan;
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan Nomor telepon/fax.
- Papan nama bagi kantor Notaris adalah Papan Jabatan yang dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa di tempat tersebut ada Kantor Notaris, bukan tempat promosi.
- Papan jabatan tidak boleh bertendensi promosi seperti jumlah lebih dari satu atau ukuran tidak sesuai dengan standar.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
- Aktivitas dalam berorganisasi dianggap dapat menumbuhkembangkan rasa persaudaraan profesi.
- Mematuhi dan melaksanakan keputusan organisasi adalah keharusan yang merupakan tindak lanjut dari kesadaran dan kemauan untuk bersatu dan bersama.
11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib.
- Memenuhi kewajiban finansial adalah bagian dari kebersamaan untuk menanggung biaya organisasi secara bersama dan tidak membebankan pada salah seorang atau sebagian orang.
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.
- Meringankan beban ahli waris rekan seprofesi merupakan wujud kepedulian dan rasa kasih antar rekan.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan.
- Hal tersebut adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat, menciptakan peluang yang sama dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh Notaris.
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah.
- Akta dibuat dan diselesaikan di Kantor Notaris, diluar kantor pada dasarnya merupakan pengecualian.
- Di luar kantor harus dilakukan dengan tetap mengingat Notaris hanya boleh mempunyai satu kantor.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
- Dalam berhubungan antar sesama rekan dilakukan dengan sikap dan perilaku yang baik dengan saling menghormati dan menghargai atas dasar saling bantu membantu.
- Tidak boleh saling menjelekkan apalagi dihadapan klien.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.
- Memperlakukan dengan baik harus diartikan tidak saja Notaris bersikap baik tetapi juga tidak membuat pembedaan atas dasar suku, ras, agama serta status sosial dan keuangan.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah tangga INI.
• LARANGAN
Pasal 4 Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan. Larangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor perwakilan.
- larangan ini diatur pula dalam Pasal 19 UUJN sehingga pasal ini dapat diartikan pula sebagai penjabaran UUJN.
- Mempunyai satu kantor harus diartikan termasuk kantor PPAT
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor.
- Larangan ini berkaitan dengan kewajiban yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (9) Kode Etik Notaris sehingga tindakannya dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kewajibannya.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan atau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun olah raga.
- larangan ini merupakan konsekuensi logis dari kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum dan bukan sebagai Pengusaha/Kantor Badan Usaha sehingga publikasi/promosi tidak dapat dibenarkan.
4. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakikatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
- Notaris adalah Pejabat Umum dan apa yang dilakukan merupakan pekerjaan jabatan dan bukan dengan tujuan pencarian uang atau keuntungan sehingga penggunaan biro jasa/orang/badan hukum sebagai perantara pada hakikatnya merupakan tindakan pengusaha dalam pencarian keuntungan yang tidak sesuai dengan kedudukan peran dan fungsi Notaris.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh pihak lain.
- Jabatan Notaris harus mandiri, jujur dan tidak berpihak sehingga pembuatan minuta yang telah dipersiapkan oleh pihak lain tidak memenuhi kewajiban Notaris yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
- penandatanganan akta Notaris merupakan bagian dari keharusan agar akta tersebut dikatakan sebagai akta otentik. Selain hal tersebut, Notaris menjamin kepastian tanggal penandatanganan.
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.
- Berperilaku baik dan menjaga hubungan baik dengan sesama rekan diwujudkan antara lain dengan tidak melakukan upaya baik langsung maupun tidak langsung mengambil klien rekan.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.
- Pada dasarnya setiap pembuatan akta harus dilakukan dengan tanpa adanya paksaan dari siapapun termasuk dari Notaris. Kebebasan membuat akta merupakan hak dari klien itu,
9. Melakukan usaha-usaha baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
- Persaingan yang tidak sehat merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik sehingga upaya yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung harus dianggap sebagai pelanggaran Kode Etik.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
- Penetapan honor yang lebih rendah dianggap telah melakukan persaingan yang tidak sehat yang dilakukan melalui penetapan honor.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
- Mengambil karyawan rekan Notaris dianggap sebagai tindakan tidak terpuji yang dapat mengganggu jalannya kantor Rekan Notaris.
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya.
- Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
- Notaris wajib memperlakukan rekan Notaris sebagai keluarga seprofesi, sehingga diantara sesama rekan Notaris harus saling menghormati, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Mencantumkan gelar yang tidak sah merupakan tindak pidana, sehingga Notaris dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah yang dapat merugikan masyarakat dan Notaris itu sendiri.
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam UUJN; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN; Isi Sumpah Jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan-keputusan lain yang sudah ditetapkan organisasi INI yang tidak boleh dilakukan anggota.

PENGECUALIAN
Pasal 5 Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang merupakan pengecualian, sehingga tidak termasuk pelanggaran. Hal tersebut meliputi:
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
- Yang dibolehkan sebagai pribadi dan tidak dalam jabatan.
- Tidak dimaksudkan sebagai promosi tetapi upaya menunjukkan kepedulian social dalam pergaulan.
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya.
- Hal tersebut dianggap tidak lagi sebagai media promosi tetapi lebih bersifat pemberitahuan.
3. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari Kantor Notaris.
- dipergunakan sebagai papan petunjuk, bukan papan promosi


B. MATERI UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS
Pengertian Notaris
Kewenangan Notaris
Protokol Notaris
Kewajiban Notaris
Larangan
Tempat Kedudukan dan wilayah Jabatan
Akta Notaris
Pengawasan.
C. MATERI PERKUMPULAN
§ Ikatan Notaris Indonesia adalah organisasi yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum sebagai satu-satunya organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia,
§ Bercita-cita untuk menjaga dan membina keluhuran martabat dan jabatan Notaris (Mukadimah AD-INI).
§ Perkumpulan bernama Ikatan Notaris Indonesia disingkat INI adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam UUJN.
§ Pemerintah hanya mengakui Ikatan Notaris Indonesia sebagai Organisasi Jabatan Notaris sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja Majelis Pengawas.
§ Perkumpulan INI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
§ Perkumpulan berazaskan Pancasila.
§ Tujuan Perkumpulan INI:
1. Menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan serta mengupayakan terwujudnya kepastian hukum.
2. Memajukan dan mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu serta pengetahuan dalam bidang Notariat pada khususnya.
3. Menjaga keluhuran martabat serta meningkatkan mutu Notaris selaku pejabat umum dalam rangka pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Negara.
4. Memupuk dan mempererat hubungan silaturahmi dan rasa persaudaraan serta rasa kekeluargaan antara sesama anggota untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta kesejahteraan segenap anggotanya.
§ Keanggotaan Perkumpulan INI.
1. Anggota Perkumpulan terdiri dari:
a. Anggota biasa yang terdiri dari Notaris yang telah mengangkat sumpah.
b. Anggota luar biasa yang terdiri dari Candidat Notaris dan Werda Notaris.
c. Anggota Kehormatan yang tediri dari orang-orang yang dianggap mempunyai jasa yang luar biasa terhadap perkumpulan INI
2. Setiap Notaris Indonesia menjadi anggota biasa. (Mempunyai arti bahwa INI menganut stelsel pasif dalam keanggotaannya).
3. Hal-hal lain mengenai keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
§ Perkumpulan mempunyai alat pelengkapan organisasi berupa:
1. Rapat anggota
- Pada tingkat Nasional disebut Kongres/Kongres Luar Biasa
- Pada tingkat Propinsi disebut Konferensi Wilayah/Konferensi Wilayah Luar Biasa
- Pada Tingkat Kota atau Kabupaten disebut Konferensi Daerah/Konferensi Daerah Luar Biasa.
Struktur Kepengurusan Perkumpulan INI.
- Pada Tingkat Pusat disebut Pengurus Pusat.
- Pada Tingkat Propinsi disebut Pengurus Wilayah.
- Pada Tingkat Kota/Kabupaten disebut Pengurus Daerah.
§ Perkumpulan juga mempunyai Dewan Kehormatan, yang terdiri dari:
- Pada Tingkat Pusat disebut Dewan Kehormatan Pusat.
- Pada Tingkat Propinsi disebut Dewan Kehormatan Wilayah.
- Pada Tingkat Kota/Kabupaten disebut Dewan Kehormatan Daerah.
§ Dewan Kehormatan adalah salah satu alat perkumpulan INI yang merupakan badan yang mandiri dan bebas dari kepengurusan INI yang mempunyai tugas untuk:
a. melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik;
b. memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung;
c. memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.
Pengawasan Notaris dilakukan oleh Menteri dalam pelaksanaan pengawasan Menteri membentuk Majelis Pengawas yang berjumlah 9 orang, terdiri atas unsur
1. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang.
2. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang.
3. Ahli atau akademisi 3 (tiga) orang.
Pengawasan meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
Sumber:
1. Tien N Lubis - Badar Baraba, Bahan Perkuliahan Kode Etik Notaris, Program Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran, Bandung, 2005.
2. Herlien Budiono, Mengapa Kode Etik Notaris Perlu, Makalah, Bandung, 2004.
3. Kertas Kerja Bidang Pembinaan PP - INI
4. UUJN
5. AD, ART Ikatan Notaris Indonesia
(Dikutip dari http://www.facebook.com/profile.php?id=1062885393#/topic.php?uid=89159638174&topic=8338